Kekasihku
Kotaku dingin beraroma harapan
Setelah seharian dihujani hujan
Hujan kali ini tak mengenal giliran
Sengaja mencubit awan
Agar hinggap rindunya tergenang di genangan
Ini jauh berbeda
Rindunya seperti bocah yang ditinggal ibunya melongok ke jendela
Bersama motor perjuangannya
Dia bergegas menembus senja yang terlupa
Dilemari lemari kecil kepalnya
Ia menggiring senja untuk segera menua
Hingga malam menyukil masa
Dan memergoki mereka tengah bermesra
Merapatkan wajahnya
Mengeja setiap detak jantungnya
Membaca setiap garis tipis bibirnya
Menghafal setiap halaman demi halaman tubuhnya
Ada yang kelimpungan
Karena nalar menuduhnya sebagai khayalan
Namun tubuh merasakan keindahan
Kepala meriung di antara dada sintal nan wangi
“Cubit aku biar aku tau bahwa semua ini bukan mimpi”
Lalu mereka menyogok matahari dengan setengah kopi
Ia bersiul ke senja seksi yang tinggal tampak kerdipnya: Selamat tidur, kekasihku.
Esok pagi kau tentu akan datang dengan rambut baru.
Kupetik pipinya yang ranum, kuminum dukanya yang belum: Kekasihku, senja dan sendu telah diawetkan dalam kristal matamu.
*2 bait terakhir adalah puisi Joko Pinurbo