Benar kita akan selalu berada dalam posisi datang dan
pergi. Meninggalkan energy hitam yang tak lagi berdaya lalu meminang cahaya
dengan sepektrum pelangi. Proses ini berjalan begitu cepat, minepi bukanlah
pilihan. Kita akan diseret oleh tangan-tangan yang tak terlihat. Mereka terus meneriakan sebuah kata peradaban menarik perhatian indrawi bahkan ruhani,
berlomba argumentasi mencari pembenaran atas kehidupan yang rapi, meilndungi,
dan demi kelestarian warisan alam.
Mungkin kini kita telah sampai pada titik senja,
bahwa kita harus berhenti menjadi Tuhan atas hal yang kita ciptakan yang pada
akhirnya telah mengatur, mengontrol dan merubah diri kita tanpa dapat kita
lawan lagi. kita telah menjadi budak atas sesuatu yang kita ciptakan sendiri
dan kita tak mampu lagi hidup tanpanya.
Kita merasa hancur, namun masih mencoba mencari penghidupan.
Cahaya yang mereka janjikan kini terlihat sebagai sebuah mesin yang tak
terkontrol dan nyaris tak kasat mata. Mereka menciptakan banjir, asap dan segala
polusi yang tak layak melayang diantara tanah dan awan.
Sementara hari kita dimonopoli oleh komunikasi online,
membuat pimikiran menjadi semakin dangkal dengan berbagai kutipan bijak ataupun
radikal super bias yang silih bergantai mewarnai paltfrom social media. Dan jujurlah, kita merasa sangat kesepian,
terpisah, dan terpilah. Lalu mengobatinya dengan mengandalkan jarangan yang
pada akhirnya kita hanya menghamba dan mengikatkan diri pada sutu hal :
Teknologi.