Manusia Berlidah Cinta
Senja menua di atas meja berselimutkan taplak teh botol
Celoteh tukang steak menodong urat lapar
Sementara di depan moncong meriam uang dua manusia saling tertegun
Menyaksikan betapa naifnya kegelapan ; Hitam, pekat, tidak berujung merusak larasnya alunan waktu
Dua butir air mata hampir terjatuh dipelupuk laki laki yang hidupnya menari bersama puisi
“Hadapi yang ada didepanmu” bungkam perempuan bermata syair
Suaranya mengalun melintasi derasnya udara ; andai aku hujan tak akan sekalipun ku potong suara semerdu ini
Puisinya memudar menuai kerongkongan ; habis sudah dikuliti manusia berlidah cinta
“Kau datang tepat disaat aku belum lagi merapikan waktu” kata si lelaki itu
Kini ia telah bersua dengan puisi yang tak lagi terluka. Lalu dia bersumpah ; akan ku peluk habis kau setelah ini !