“Kang,
kopinya satu lagi” Kata Naryo sembari membetulkan posisi kacamatanya ; nyentrik
dan unik.
Aku tertarik sekali dengan cara Naryo bermain dengan
kacamatan bulat dan tebal itu, dengan jempol dan jari tengah diletakan di
antara hidung sementara jari telunjuknya mendorong batang kacamata kearah dalam
menyentuh pangkal hidungnya. Itu salah satu yang membuat aku tertarik
berkacamata, sayangnya mataku normal tak seperti Naryo. Tapi sekarang orang
berkacamata punya dua sebutan ga kaya dulu. Sekarang bisa jadi dia orang yang
suku baca alias kutu buku atau dia seorang pecandu gagdet yang tiap hari menghamba
pada teknologi. Untungnya Naryo masuk ke kategori yang pertama. Kenapa aku
sebut untung ? Aneh ? Iya, karena yang cerdas teknologinya bukan
manusiannya.
“Ini kopinya mas. Kalo kurang manis
ambil gulanya sendiri ya” tanpa aba-aba Naryo langsung mencicipi kopi setengah
panas itu “Pas ! cuk, udah pernah denger cerita mbak kunti belum ?”
“Oh si perempuan yang suka nangis sendiri ga jelas
itu”
“Haha, ngawur. Ah belum tau “ Sambil menyalakan rokok dia
langsung meneruskan
“Jadi dulu ada anak perempuan dia punya bisul di dengkul
kirinya, kira kira usinya 10 tahunan. Si kunti ini termasuk anak yang cukup
displin dalam mengaji jadi tak heran kalo usia 10 tahun udah khatam Quran.
Sayangnya kunti punya bisul yang ga sembuh sembuh. Udah di bawa ke mantri dan
dokter manapun ga mempan. Ibunya ga pernah mati usaha setiap malem selalu
mengolesi bisul si kunti dengan ramuan herbalnya sampe pada akhirnya bisulnya
makin gede yang membuat si kunti ini ga bisa jalan, kakinya kaku sementara
kunti punya tanggung jawab buat ngajarin anak anak kecil ngaji di surau deket
rumahanya” berhenti, menghisap rokok dan melanjutkan
“Untung ada pak Warsin, bapaknya Kunti mau nganterin pake
sepeda. Walaupun jaraknya deket ya yang namanya bisul tetep sakit kalo dibuat
jalan. Bapaknya ini salah satu orang yang deket sama kiai Nurmajid seorang
tokoh yang punya andil politik di wilayahnya. Pak Warsin dengan badan yang kuat
dan sehat seperti menjadi primadona para pejabat desa untuk menjaga harta harta
mereka dan Pak Warsin orangnya loyal jadi ya sempurna buat dijadiin
kacung”
“Pak Warsin akhirnya berinisiatif untuk minta bantuan ke
Kiai Majid. Karena kedekatannya dengan kiai, Pak Warsin dikasih uang dan diberi
kendaraan buat ke dokter kenalan Kiai Majid, dia ahli kulit katanya.
Awalnya cukup berhasil, bisulnya rada kecil tapi setelah obatnya habis bisulnya
malahan nambah gede lagi. Ibarat gunung Slamet mau mbledos. Didengkulnya nyembul kulit berisi nanah dan diujungnya ada
titik hitam entah apa itu.”
“Karena ga berhasil Pak Warsin minta bantuan lagi ke
kiai, dikasih uang lagi buat kerumah dukun mashyur salah satu kenalan kiai.
Nah, dibawalah kunti ke rumah tukang sihir ini. Seperti biasa dukun mulai
berbagai ritual ; bakar dupa, mulutnya komat kamit, tangnya dikaku kakukan
seolah olah ada kekuatan gaib yang hinggap kemudian suarnya mendesah bak ada
perlawanan hebat”
Naryo memang rada sinis kalo bicara gaib. Aku sendiri
tidak tau persis kenapa bisa seperti itu.
“Si dukun bilang. Ini bukan penyakit biasa , ini penyakit
kiriman orang yang iri sama keluarga sampean, Jadi obatnya juga bukan obat
biasa. Bisul ini bisa sembuh kalo diolesi pake darah manusia yang matinya ga
wajar”
“Karena kengawuran dukun ini akhirnya Pak Warsin dan Kunti
pulang tanpa membawa hasil apapun. Namun di tengah perjalanan Pak warsin
dikempung kira kira 10 orang sambil meneriaki “ Oh ini antek antek kiai Majid,
haji komunis itu. Sudah ayo kita cincang dia jadi lodeh buat sarapan” dengan
gagah beraninnya Pak Warsin turun, meletekan Kunti persis di samping sepedannya
kemudian dengan tangan kosong melawaan sepuluh orang tapi ya naas. Wong pak
Warsin manusia, 1 lawan 10 ya babak belur. Pak warsin dipukul habis habisan,
diseret ke depan anaknya kemudian kapalanya di timpa batu hingga remuk. Darah
mengalir tepat di depan kunti. Setelah semua puas mereka pergi begitu saja
dengan cacian dan ludah yang bersemayam disemua tubuh Pak Warsin. Kunti antara
sadar atau tidak dia menangis dan menyerok darah yang mengucur dari kepala
bapaknya. Tanpa sepengetahuan siapapun kunti mengolesi darah ayahnya ke
bisulnya. Menangis dan ribuan maaf terucap dari mulut kunti”
“Selepas kejadian itu, bisul kunti sembuh total tpi tidak
dengan hati kunti, luka bisulnya sebenarnya tidak sembuh dia hanya berpindah
dari dengkul ke hati. Setiap hari hanya menangis membayangkan darah yang pernah
mengolesi dibisulnya dan tidak ada satu orangpun tau kenapa bisul kunti bisa
sembuh. Satu bulan berlalu, kunti tidak bisa menahan rasa bersalahnya. Kunti
ingin bertemu bapaknya. Pada pagi hari Bocah 10 tahun dengan kepolosnnya pamit
ke ibunya mau kekuburan bapak menemani dan minta maaf tapi sore harinya lain
cerita. Dia mati dengan sebuah pisau menancap di kaki kirinya serta kepala yang
tak lagi berbentuk terbentur batu kali. Iya, dia bunuh diri loncat dari
tebing”
“Kalo beneran ada si ngeri yo, tapi kamu sendiri percaya
hal gaib kaya gitu ga ?”
“Susah si mad, kalo menerut aku sendiri si lebih ke
pengaruh pikiran aja si. Kalo gaib kan memang sudah jadi tugas kita buat iman
mad”
“Pengaruh pikiran gimana yo ?”
“Ya kaya kamu sakit terus ke mantri. Sampai disana kamu
dibilangin mantrinya kalo bentar lagi ahmad paling mati, pasti pikiranmu uring
uringan. Kalo udah begitu jenis penyakit apapun ngga bakal bisa sembuh. Pikiran
kita udah terlanjur was was. Yang paling penting ya mad, pikiran”
“Tapi kamu pernah ga yo denger cerita banyu untung ?”
“Mungkin pernah”
Aku
sengaja berhenti untuk memastikan kebenaran dari cerita ini. Aku tak tau apakah
Naryo akan menerima dan mempercai tapi sekarang semua serba susah. Kita dimana
mana dituntut ngomongin hal hal statistik yang ruwet ; negara kita jadi negara
maju, harga minya goreng yang murah, negara kita berhasil cetak keuntungan
sekian persen, jumlah batu akik yang kabarnya semakin langka pokoknya kalo ga
ngomong data, angka dan fakta kita dianggap lagi ngibul, kalo dipikir pikir
juga sama to ? Mereka juga ngomongin angka yang ga taudari mana
ngitungya.
Mungkin
karena disekolah kita ga pernah diajarin step by step bikin sajen yang laku dan
di gandrungi roh leluhur. Jadi mau ga mau aku harus menahan dulu cerita ini
karena kabarnya simpang siur, ada yang nyebut itu kebetulan tapi ada yang
nyebut mitos. Ya bagaimanapun ketika ada sebuah cerita yang mengakar dari
masyarakt pasti punya latar belakang yang buat dia kuat dan terus
berkembang.
Aku
sendiri si lumayan tertarik dengan ceritanya. Karena bisa jadi itu beneran ada.
Toh para budayawan yang lagi nglantur pernah ngomong negara kita ini dibuat
dari tanah surga, ketika jibril lagi bawa tanah buat di jadiin manusia ga
sengaja tanahnya jatuh ke negara kita jadinya ya mungkin itu beneran ada. Budayawan
nglantur juga kadang punya kelucuan yang bisa dipercayai.
“Yang katanya ada pemuda hidupnya melarat terlilit utang
sana sini, “ Naryo menyanmbar.
“Iya ko kamu tau ?”
“Ahh itu cerita udah dari buyut saya mad. Orang tua mana
yang ngga ngasih cerita ini kepada anak anaknya"
“Iya pemuda yang banyak utang sedangkan kerjanya cuman
nguli bangunan itupun kalo lagi ada pemborong. Tapi ada cerita ketika dia lagi
bikin bangunan di suatu desa dilembah gunug sindoro. Jadi karena saking
lelahnya di tertidur di antara pintu masuk bangunan setengah jadi itu ;
setengah badan ada diluar setengah badannya lagi ada di dalem pintu. Nah pemuda
ini bermipi kalo dia disuruh dateng ke air terjun di deket lembah yang airnya
akan berganti warna setiap satu tahun sekali dan hanya terjadi di bulan ke tiga
minggu ke tiga dan hari ke tiga. Ketika kita beruntung maka kita harus mandi
dan segala permintaan akan terkabul secepat kilat, ? ”
“Tapi setelah aku pikir pikira bukan airnya yang bikin
untung mad. Karena dia mandi aja jadi badannya seger lagi dan lanjut nguli
haha”
“Haha bener juga”
****
Aku
diam diam mencuri pandang pada penanggalan dan beruntung ini baru mau
penghabisan bulan ke 2 yang artinya aku masih punya kesempatan buat ngeliat
banyu untung itu dan cari cari informasi. Tapi aku masih ragu juga akan
kebenaran ceritanya, orang orang pasti akan menertawaiku dan mengangapku telah
frustasi buat ngejalanin kehidupan mlarat ini. Bayangkan saja aku pria berusia
matang dan berbadan sehat tapi kerja tetapun aku ga punya. Paling ya di sawah,
itupun sawah orang lain dan tau sendiri upah kerja disawah paling cukup buat
beli rokok setengah bungkus setelah itu ga cukup lagi. Jangankan ngasih orang
tua. Kalo aku berhasil buat nemuin itu air bisa jadi hidupku berubah dan
mungkin lebih baik dari sekarang. Dan tidak ada salahnya untuk dicoba.
****
Aku
menuju lembah gunung sindoro yang terjal. Ada sebuah jalan setapak bercabang
dan kuputuskan berhenti untuk menentukan arah yang paling tepat. Dengan insting
kekuatan untuk menjadi kaya ku ambil jalan yang mengarah ke kanan . Jalan
semakin sempit dan licin dikana kiri terdapat banyak sekali semak belukar yang
entah ada kehidupan apa aja didalamnya. Suara alam membuntuti nyaliku. tidak
ada yang ku bawa selain senter, tongkat dan sebuah belati. Perjalananku sudah
jauh tapi tak terdengar gemercik air sedikitpun suarnya masih sama ; alam yang
sibuk.
Berhentilah
aku dan bersandar dipohon, mengambil sebatang rokok dan mulai ragu. Mungkin
sudah seribu kali terbesit di pikiranku untuk memutar balik dan kembali tapi
entah apa yang mendorong kakiku terus bergerak tak tau arah , ada arahnya cuman
hanya satu langkah yang dapat dilihat setelah itu insting dan ketamakan yang
bicara.
seperti
dikuasi oleh banyu untung, tak ada lagi rasa takut yang membebani langkahku,
semak dikanan kiri semakin lebat dan jarak pandang semakin dekat tapi sebuah
harapan datang tiba tiba. Aku mulai mendengar suara air gumur jatuh dari puncak
yang tak terhingga , suaranya ramai sesejuk sholawat disurau ketika maghrib
datang.
Sungguh
ada didepan mataku sendiri air terjun yang samar karena pekatnya
malam. Tempatnya bak sebuah dandang ; di depan mataku berdiri
menjulan tebing batu angkuh mengelilingi tubuhku dengan pohon menempel seperti
jamur dan tentunya air terjun yang disebut banyu untung itu. Beruntung aku
sampai ketika fajar akan lahir.
Aku
duduk diatas batu, persis didepan tumpahan air jatuh dari puncak yang agung.
Mataku terpejam menantikan sebuah keajaiban akan datang kepada ahmad si pemuda
mlarat.
Lihat
itu ! Badanku bergetar hebat, aku mencoba memastikan kembali apa yang sedang
aku lihat, airnya mengombak tenang walaupun dari atas ditimpa ribuan liter air
yang ganas. Dia berubah ! Semakin biru kehijau hijauan bahkan aku sampai
melihat dasar yang tersusun batu begitu rapi seperti malaikat telah menyiapkan
segalanya.
Gusti
Alloh, apakah ini kebesaranmu ? Lagi lagi aku digerakan oleh kekayaan dan
ketamakan menuju air terjun itu. Sedikit demi sedikit kakiku terendam air,
kemudian celanaku, bajuku juga seluruh tubuhku. Benar ini berbeda. Tidak ada
bagian tubuh satupun yang terlewat tak ku basahi air. Kemudian aku duduk semedi
memejamkan mata dan tanganku menyembah layaknya seorang petapa. Lalu berdoa
:
“Banyu untung yang selalu dibicarakan. Aku tak tau siapa
saja yang telah datang menemuimu kesini, jalan terjal, sepi dan berbatu licin.
Melambangkan betapa kerasnya kepalamu untuk ditemui orang orang bodoh
sepertiku. Banyumu ini memang dingin tapi begitu menyejukan badanku yang kotor
dan miskin. Suara gemuruh air adalah merdu yang terindah yang pernah aku
dengar. Dan alamu- pohon tumbuh tanpa penyakit, udara membius hidungku yang
busuk, setiap batumu ialah intan dan emas. Seluruh alamu ini membawaku pada
ketenangan jiwa yang belum pernah aku dapatkan sebelumnya. Banyu dan
alammu lewat perantaramu aku datang kesini ingin membersihakn hati dan
pikiranku dari segala ketamakan kepada dunia yang rusak. Aku ingin tinggal
disini meniru jalan hidupmu yang memberi manfaat pada semua tanpa terkecuali.
Aku tau banyumu akan tetap diam tapi aku akan terus memohon pada alammu agar
aku dapat merasakan ketenangan jiwa ini sampai aku datang lagi ke alammu”
Setelah
doa ku selesaikan dipipiku terasa sebuah tangan basah, dingin dan lembut
bagaikan sutera mengelus pipiku.
****
Aku terkejut bangun karena tumpahnya kopi yang tersibak
tanganku sendiri.
“Lohlohloh mad mad, mimpi apa kamu to ? sampai keringet
dingin kaya gitu. Itu loh kopimu tumpah” sambil membetulkan gelas yang
rubuh.
Masih dengan rasa bingung aku tidak menjawab apapun
“Pasti banyu untung ? udah mad itu dongeng, percuma. yang didunia bisa lakunan ; kerja, kerja, kerja ! hahaha , ayo pulang udah subuh”