Posted By:

Manusia Berlidah Cinta


Senja menua di atas meja berselimutkan taplak teh botol 


Celoteh tukang steak menodong urat lapar


Sementara di depan moncong meriam uang dua manusia saling tertegun 


Menyaksikan betapa naifnya kegelapan  ; Hitam, pekat, tidak berujung merusak larasnya alunan waktu  


Dua butir air mata hampir terjatuh dipelupuk laki laki yang hidupnya  menari bersama puisi 


“Hadapi yang ada didepanmu” bungkam perempuan bermata syair 


Suaranya mengalun melintasi derasnya udara ; andai aku hujan tak akan sekalipun ku potong suara semerdu ini


Puisinya memudar menuai kerongkongan ; habis sudah dikuliti manusia berlidah cinta 


“Kau datang tepat disaat aku belum lagi merapikan waktu” kata si lelaki itu 


Kini ia telah bersua dengan puisi yang tak lagi terluka. Lalu dia bersumpah ; akan ku peluk habis kau setelah ini !





0 Komentar