Posted By:

  

  Apakah Orang Menyerah Tidak Pernah Menang Dan Pemenang Tidak Pernah Menyerah ?

 

   Kujatuhkan tubuhku di atas kursi bermodel arm chair yang berada di pojok kamar di depan jendela. Dari sudut ini ku bisa lihat seisi kamar tentu lukisan wajahku. Tampak lebih bersinergi, matanya menandakan keadaan yang serba bergairah serta warna bibir yang mulai pudar tidak memaknai suatu kegelisahaan malahan memberi pertanda bahwa mimipi yang tercecer mulai tersambung satu dami satu. Disaat itu pula aku masih menggunakan dasi, kemeja biru tosca dan celana jin hitam. Ketika menghadap pada sisi sebelah kiri, ku dapati suatu cermin yang tersusun abstrak dari kaca berbentuk pentagon. Aku melihat diriku begitu baru dibalik cermin. Suatu aura yang jarang ku temukan selepas kerja. 


    seminggu telah berlalu semenjak nyonya misterius berpidato ditelingaku. Email yang ku tunggu tak kunjung datang, bahkan aku masih terus menggambarkan bagaimana bentuk wajahnya dengan tipe suara kontralto biasanya memililki wajah yang bundar dan postur tubuh tinggi besar, mungkin dia tidak feminin. Sementara itu stoisisme menjadikan pendalamanku.


    Pernah suatu hari datang padaku seorang bernama Juffrow, dia nampak tidak begitu baik, tidak berpenghasilan. Mukanya bundar dengan pipi menggelantung kenyal, mataya bulat seperti anak berusia tiga tahun dan kulitnya putih khas Asia Timur. Perempuan yang mampu menggairahkan hormon testosteren. Saat itu Juffrow meggunakan setelah cutting simpel, dengan gaya yang minimalis nyatanya tidak menggambarkan keadaan yang serba mudah. Dia mulai bercerita, menarik nafas panjang berulang kali, buah dadanya naik turun, kadang mengerutkan dahinya. Meruahkan perasaan kacau dihadapan pria yang sedang membangun lagi kehidupanya. 


    sebagai seorang anak pertama Jufrrow telah gagal mengayomi keluarganya. Jufrrow enggan menceritakan hiruk pikuk hidupnya pada orang tua, dia memilih mecari rasa aman pada orang lain di luar lingkaranya. Juffrow mempunyai pacar yang sehat jasmani, terpelajar dan tentu anak dari konglomerat. Hal ini menjadi tekanan bagi dirinya yang berkebalikan. Dia seperti hidup dalam bayang-bayang raksasa. Hingga pada satu titik hubungan mereka mulai padam, keduanya sibuk saling mengekang. 


    Disatu sisi Juffrow mencari keamanan dari pacarnya namun disisi lain pacarnya dengan segala hal yang lebih menjadikan dia mempunyai otoritas kuat. Keadaan ini membuat pidato nyonya mengayuhku untuk berpendapat, mungkin jadi seperti ini.


Ketika seseorang telah kehilangan ikatan primer dalam hidupnya dia akan melarikan diri  mencari bagian yang dapat menjelaskan dari mana dia berasal, bagaimana pola hidupnya terstruktur. Dia mencoba menyingkirkan individualitasnya dan meleburkan diri pada suatu yang dianggap memberi rasa aman, pengakuan dan mampu menjelaskan ketidakbermaknaan diri. Benar, dia mampu mengeliminasi penderitaanya namun dia tidak mampu menyingkirkan konflik selanjutnya ketika mengkaitkan harapan diluar dirinya, kebahagiaanya terbungkam dan menyimpang dari konsep dikotomi kendali. Kondisi ini entah rasional atau irasional, dia seperti terkurung dalam kamar yang penuh api lalu terus menerus berteriak dan dia melupakan bahwa tidak ada satupun orang yang mendengar. Memang terlihat membantu tapi pada akhirnya akan sampai pada bencana yang lebih besar yaitu, kawan yang Juffrow anggap sebagai pohon berteduh mengeluarkan otoritasnya, nampak pada Juffrow otoritas yang dibangun pacarnya tak lain adalah otoritas menguasi orang lain, dengan dalih rasa kasih sayang dia memberikan tekanan mental pada Juffrow, membatasi  apapun yang dianggap membahayakan atau membuatnya tidak mampu mengendalikan. Dengan kondisi yang lebih dari Juffrow hasrta untuk menguasi timbul secara alamiah. Stoisisme tidak mengajarkan hal demikian : menyerahkan kebabasnya keada orang lain


    Pidato dari nyonya sering kali menjadi bagian yang terakumulasi dalam kontruksi pemikiranku dan tak terbantahkan manusia selalu mencoba mencari kebebasan tapi nyatanya dia tak pernah bisa lari dari kebebasaan. Manusia perlu menguasi dan menyerahkan diri, menguasipun mempunyai realitas ganda, yang pertama menguasai seseorang, mendominasi dan mengeksploitasi lalu makna lainya adalah menguasai untuk dapat melakukan sikap produktif yang mengembangkan potensi. Mungkin dikasus kedua ini stoisisme bekerja. 


    Perlahan matahari jatuh ke bawah cakrawala, menggantikan sinar putihnya menjadi bias berawarna orange. Lampu listrik mulai menyala berbondong-bondong menerangi bagian bumi yang gelap tak luput juga kamarku. Masih dengan setelan kerja ku siapkan coklat panas dan sengaja ku letakan disela sela jendela kemudian aku pergi memberishkan diri. 


*****


    Selepas dari kamar mandi kusempatkan melihat catatan kecil yang sering ku buat dalam bentuk list kegiatan. Hal ini telah aku lakukan berkat pidato berbobot : stoisisme. Kebetulan hari hari ini adalah weekend, tidak ada jadwal yang begitu penting selain bertemu Juffrow di Bar. Kuhidupkan ponselku mengcek pesan dan email, ku dapati email dengan subjek "menyerah"


Hai tuan Worcestershire, bertemu kembali denganku. Sebelumnya saya ingin mengucapkan maaf atas telfonku pada pagi buta entah apa yang terjadi seketika sambungan terputus. Kuharap tuan tidak marah atas kecerobohanku. 


"Benar, ini email dari perempuan yang ku tunggu" sembari ku minum coklat panas. 


Oh iya, nampaknya tuan sudah mulai merepresentasikan konsep mata elang dan dikotomi kendali, suatu progres yang cukup bagus tuan. Tapi kuwanti-wanti agar tuan berhenti mencari gambaran atas diriku, itu sangat membahayakan pikiran tuan. Yang perlu tuan lakukan hanya menikmati suara dan tulisanku lalu jadikan sebagai bahan melanjutkan hidup.  


Seminggu yang lalu aku telah berjanji padamu mengirim email tenang kisah sang marinir, semoga bisa berkorelasi dengan pola pikir tuan yang depersif realistis. 


Jadi begini tuan Worcestershire, dunia selalu di jejali dengan budaya bahwa terus bertahan, berkerja keras dan disiplin adalah rahasia kesuksesan dan sayangnya sering kali hal itu benar. Tapi,  ada sesuatu yang entah sengaja disembunyikan atau memang manjadi hal yang tabu untuk di ungkapkan. Dosen, orang tua dan motivator tak pernah mengajari hal ini yaitu menyerah dengan cara yang benar juga rahasia kesuksesan. Mari kita lihat kisah berikut


James Water selalu berkhayal tentang partisipasinya dalam lomba renang nasional Amerika. Dia menanamkan optimisme, latihan tanpa henti hingga pada suatu saat kemampuanya sebanding dengan impianya. Dia berhasil mencapai final dalam ajang bergengsi tingkat sekolah tinggi dan saat itu pula lomba renang nasional ada pada genggamanya. Namun pada sesi latihan terakhir dia membentur sisi kolam, merasakan nyeri ditangan sebalah kanan. Setelah pemeriksaan, rekam medis menunjukan tangan kanannya patah dan harus menunda latih rutin selama setengah bulan. 


Dengan tangan di gips dia terus berlatih, james tertinggal dari teman seperjuanganya dan lomba renang tingkat nasional telah terlewatkan. Belum sampai disitu James mengalami trauma pasca cedira, bermimpi bahwa setiap tubuhnya menyentuh sesuatu maka akan merasakan nyeri dan patah. James menyerah tuan. Dia sepenuhnya sadar bahwa semua mimpi bisa tercapai tentu dalam level yang berbeda dan james mengkategorikan citanya pada level yang terlampau jauh. 


James pulang dan merenung selama enam tahun


"Ku seruput lagi coklat panas"


Tuan bisa melakukan matrikulasi pada dikotomi kendalil bahwa kesehatan bukan hal yang mampu kita kendalikan. Terus apa yang terjadi selanjutnya ? 


Enam tahun kemudian dan tiga ribu mil jauhnya James menemukan kembali dirinya berenang tapi bukan untuk ajang renang nasional, dia berada dalam latihan mematikan sebagai prajurit BUD/S ( Basic Underwater Domilitions/SEAL ) seratus sepuluh jam tanpa tidur, mengapung diatas luat dengan sebalok kayu. Dengan tinggi 189 cm dan berat 110 kg membuatnya menahan lebih banyak beban. Kemudia ada satu latihan yang paling mematikan pool camp 


James berada di bawah permukaan air dengan perlengkapan renang lalu seorang instruktur mencabut regulator oksigen dari mulutnya dan mengikatnya bersimpul-simpul. James harus menahan nafas, seorang instruktur terus mengganggu. Otaknya panik "aku akan mati" sementara di atas instruktur terus melecehkan dan james harus mengikuti semua proedur agar selamat dari latihan pool camp. Belum sampai disitu James harus berlari di pasir, melompat dari pesawat. Terus menerus kurang tidur. James didesak untuk mencapai batasnya. Hanya 16 peserta yang lolos dari 264 dan salah satunya James Water, lecana Navy Seal berada pada genggamanya.


Jadi perlu tuan ketahui, budaya yang telah terbangun tentang menyerah adalah pecundang, budak dan tidak berkepribadian sepenuhnya salah. Pada satu titik tuan perlu istirahat, mengasingkan dan menyerah lalu menyusun strategi dalam sekenario yang serba baru. Tuan tak pernah salah  mengambil keputusan, namun cara tuan menjalankan keputusan itulah yang harus dipertanggung jawabkan. 


Nah konsep menyerah seperti  ini yang harus tuan gunakan. Beranilah untuk berani dan sekali lagi tuan, keputusan yang tuan ambil tidak pernah salah !


    Pesan diakhiri dengan nada yang membangkitkan. Walaupun dalam bentuk tulisan anganku berkutat pada seorang orator yang membakar semangat pasukanya untuk segara berperang. Kali ini dia tidak terlalu menggurui. 


    Tapi betapa sulitnya untuk melawan stigma menyerah ? bahkan aku bisa memastikan dalam semua sesi perbincangan motivasi solusinya hanya kerja keras, dispilin, dan terus mencoba. Tidak satupun dari mereka yang berkata "Tuan, menyerahlah" bahkan aku sendiri tak pernah mengungkapkanya. Malahan dalam beberapa perbincangan motivasi  aku selalu tampil sebagai manusia yang lebih beruntung, kata-kataku keluar dalam bentuk serba berapi-api, sedang dalam diriku perisis dengan apa yang sedang dia rasakan. Oh betapa kerdirlnya diriku !


    Lalu bagaimana bisa meyakinkan orang dengan kata-kata menyerah ? sedang stoisime yang nyonya ajarkan sepenuhnya memberi kesan untuk menerima tadir ? apakah menerima takdir juga termasuk konsep menyerah yang cerdas ? ku tarik kembali pada layar tepat di paragraf bertuliskan "menyusun strategi dalam sekenario yang serba baru. Tuan tak pernah salah  mengambil keputusan, namun cara tuan menjalankan keputusan itulah yang harus dipertanggung jawabkan"  agar ku tunjukan pada kawanku. 


    Ku sruput lagi coklatku, mengambil jaket dan pergi ke Bar menemui Jufrrow dengan membawa konsep menyerah yang cerdas

 


2 Komentars